Thursday, January 12, 2012

I am Getting Married

Kenapa Menikah Sekarang?
[X] usia sudah 'cukup'
[X] sudah bekerja
[X] sudah ada pasangan
[X] sudah disuruh orang tua

Ketika lulus kuliah, ditanya "Kapan kerja?". Sudah kerja, ditanya "Kapan nikah?". "Usia sudah cukup, pekerjaan sudah ada, pasangan sudah ada, nunggu apa lagi sih?". Orang tua saya, selayaknya orang tua lainnya, ingin anak-anaknya bahagia dengan pasangan hidupnya kelak. Mereka ingin kami, anak-anaknya, mendapatkan orang yang dapat meneruskan tanggung jawab mereka menjaga kami. Namun, mereka mempercayakan pilihan kepada kami.
Beberapa teman yang sudah mengenal saya sejak masih sekolah dan kuliah sering mempertanyakan kenapa saya agak "dingin" dengan beberapa lelaki yang mendekati saya. Bukan berarti orientasi biologis saya menolak lelaki. Ketika usia sudah mencapai seperempat abad, banyak yang bilang "Udah, jangan terlalu pemilih. Nanti malah g ada yang mau memilih.". Saya sungguh tidak bisa menjadi "jual murah" dengan tidak memilih. Saya ingin menikah sekali seumur hidup dengan orang yang bisa menjadi partner menjalani rumah tangga hingga maut memisahkan. Saya yakin banyak yang setuju dengan kalimat klise itu. Semua akan indah pada waktunya. Jadi, ketika saya beberapa kali menjalin hubungan dekat dengan lelaki, lalu kemudian berakhir, saya yakin memang sudah seharusnya begitu. Semua hal yang saya alami di kehidupan saya pasti membawa hikmah yang besar. 

Kenapa dengan dia?
Cinta karena Allah tidak selalu membutuhkan beragam kesamaan di antara kalian. Namun, yang terpenting adalah kesamaan prinsip dan tujuan, yaitu menggapai ridha Allah SWT.
Saya sendiri, bahkan juga dia, tidak menyangka bahwa kami akan menikah. Kami memang berteman sudah lama, tapi hanya sekedar kenal bahwa kami satu almamater, bahkan mungkin kuantitas obrolan kami dapat dihitung dengan jari. Ketika akhirnya kami memiliki kesempatan untuk dekat, sudah beberapa tahun setelah kami lulus. Saya selalu percaya bahwa jika hati ragu, maka jangan ambil keputusan itu. Saya selalu meminta agar Allah SWT yang menggerakkan hati saya untuk mengambil keputusan yang tepat dan terbaik untuk saya. Saat dia bilang ingin menjadikan saya istrinya, ada yang berbeda di hati saya. Saya yang selama ini takut dan penuh keraguan ketika ada lelaki yang melamar, mendadak yakin dan berani untuk mengangguk dan menjawab "Ya, aku bersedia". Padahal saat itu baru genap sebulan kedekatan kami. Teman-teman kami tidak ada yang percaya bahwa saya semudah itu 'ditaklukan'. :P Well, let's see about our difference. Saya wanita, dia pria. Saya kuning langsat, dia sawo matang. Saya cerewet, dia pendiam. Saya tipe yang banyak beraktifitas di pagi hari, sedangkan dia di malam hari. Saya planner, dia spontan. Saya tegas, dia pemaaf. Saya programmer, dia Network Engineer. Saya Scorpio, dia Leo. Dan masih banyak perbedaan lainnya. Bahkan ketika masih belajar di almamater yang sama, teman main kami pun berbeda. 

Lalu apa yang selanjutnya terjadi?
Kami sepakat hal pertama yang kami lakukan ketika berencana menikah adalah menabung. Hal itu kami lakukan bahkan sebelum mengatakan rencana ini kepada kedua orang tua masing-masing. Kami sadar, sesederhana apapun acara pernikahan kami kelak, pasti membutuhkan biaya. Jadi, seminggu setelah kami sepakat untuk menikah, kami membuka akun bank terpisah untuk menabung. Kenapa terpisah? Hanya untuk menjaga keharmonisan hubungan, mengingat kami belum menjadi suami istri. Jadi, jika ternyata rencana kami tidak sama dengan rencana Allah, tidak akan ada ganjalan di kemudian hari. Tapi tentunya kami berprasangka baik dan terus berdoa semoga rencana kami sejalan dengan rencana Allah SWT. Amin Ya Rabb.
Selama beberapa bulan selanjutnya kami mempersiapkan diri untuk mengatakan rencana kami terhadap kedua orang tua. Mengingat bahwa kami baru saja dekat, tentu orang tua juga perlu dipersiapkan untuk mendengar berita itu. :P Sekitar 4 bulan setelah jadian, kami berdua menghadap kedua orang tua untuk mengatakan rencana pernikahan ini. Deg-deg an nya jauh melebihi ketika akan menghadapi wawancara kerja. hehehe.. Tentunya banyak nasihat-nasihat yang diberikan oleh mereka, yang kami dengarkan dengan seksama. Intinya, mereka mempertanyakan kesiapan mental kami, menghadapi perbedaan di antara kami, menerima kelebihan dan kekurangan keluarga masing-masing. Dengan mengucapkan bismillah, kami berdua siap. B-)
Sebulan kemudian, terjadilah lamaran secara resmi. Hmm, maksudnya keluarga Ibas datang menemui keluarga saya melamar saya untuk anak mereka. Bagaimana kisahnya? Tunggu post selanjutnya. :)

You know what? Sampai sekarang, saya kadang masih kaget bahwa saya akan menikah. :D

3 comments:

Arin Djunaidi said...

yaaaah..kok bersambung??
sambungannya mana sambungannya? *gak sabar :D

Dini The Stories said...

asik asik asik....dini follow yaak hihi..penasaran

belong's to iis said...

hahahaha.. sabar ya para pemirsa.. tulisannya udah ada di draft, masih perlu direview lagi sebelum dipublish :P